1. |
SEJARAH SINGKAT |
|
Burung Walet merupakan
burung pemakan serangga yang bersifat aerial dan suka meluncur.
Burung ini berwarna gelap, terbangnya cepat dengan ukuran tubuh
sedang/kecil, dan memiliki sayap berbentuk sabit yang sempit dan
runcing, kakinya sangat kecil begitu juga paruhnya dan jenis burung
ini tidak pernah hinggap di pohon.
Burung walet mempunyai kebiasaan berdiam di gua-gua atau rumah-rumah
yang cukup lembab, remang-remang sampai gelap dan menggunakan langitlangit
untuk menempelkan sarang sebagai tempat beristirahat dan berbiak.
|
2. |
SENTRA PETERNAKAN |
|
Sentra Peternakan burung puyuh banyak terdapat
di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah |
3. |
J E N I S |
|
Klasifikasi burung
walet adalah sebagai berikut:
Superorder |
: Apomorphae |
Order |
: Apodiformes |
Family |
: Apodidae |
Sub Family |
: Apodenae |
Tribes |
: Collacaliini |
Genera |
: Collacalia |
Species |
: Collacaliafuciphaga |
|
4. |
MANFAAT |
|
Hasil dari peternakan
walet ini adalah sarangnya yang terbuat dari air liurnya (saliva).
Sarang walet ini selain mempunyai harga yang tinggi, juga dapat
bermanfaat bagi duni kesehatan. Sarang walet berguna untuk menyembuhkan
paru-paru, panas dalam, melancarkan peredaran darah dan penambah
tenaga.
|
5. |
PERSYARATAN LOKASI |
|
Persyaratan lingkungan
lokasi kandang adalah:
1) |
Dataran rendah dengan ketinggian maksimum 1000
m dpl. |
2) |
Daerah yang jauh dari jangkauan pengaruh kemajuan teknologi
dan perkembangan masyarakat. |
3) |
Daerah yang jauh dari gangguan burung-burung buas pemakan
daging. |
4) |
Persawahan, padang rumput, hutan-hutan
terbuka, pantai, danau, sungai, rawa-rawa merupakan daerah
yang paling tepat.
|
|
6. |
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA |
|
6.1. |
Penyiapan Sarana dan Peralatan
-
Suhu, Kelembaban
dan Penerangan
Gedung untuk kandang walet harus memiliki
suhu, kelembaban dan penerangan yang mirip dengan
gua-gua alami. Suhu gua alami berkisar antara 24-26
derajat C dan kelembaban ± 80-95 %. Ada tiga
cara berternak bekicot di dalam kandang, antara
lain:
Pengaturan kondisi suhu dan kelembaban dilakukan
dengan:
a. |
Melapisi plafon dengan sekam
setebal 20 cm |
b. |
Membuat saluran-saluran air atau kolam dalam
gedung. |
c. |
Menggunakan
ventilasi dari pipa bentuk “L”
yang berjaraknya 5 m satu lubang, berdiameter
4 cm.
|
d. |
Menutup rapat pintu, jendela dan lubang
yang tidak terpakai. |
e. |
Pada lubang keluar
masuk diberi penangkal sinar yang berbentuk
corong dari goni atau kain berwarna hitam
sehingga keadaan dalam gedung akan lebih
gelap. Suasana gelap lebih disenangi walet.
|
-
Bentuk dan Konstruksi
Gedung
Umumnya, rumah walet seperti bangunan gedung besar,
luasnya bervariasi dari 10x15 m2 sampai 10x20 m2.
Makin tinggi wuwungan (bubungan) dan semakin besar
jarak antara wuwungan dan plafon, makin baik rumah
walet dan lebih disukai burung walet. Rumah tidak
boleh tertutup oleh pepohonan tinggi.
Tembok gedung dibuat dari dinding berplester sedangkan
bagian luar dari campuran semen. Bagian dalam tembok
sebaiknya dibuat dari campuran pasir, kapur dan
semen dengan perbandingan 3:2:1 yang sangat baik
untuk mengendalikan suhu dan kelembaban udara. Untuk
mengurangi bau semen dapat disirami air setiap hari.
Kerangka atap dan sekat tempat melekatnya sarang-sarang
dibuat dari kayukayu yang kuat, tua dan tahan lama,
awet, tidak mudah dimakan rengat. Atapnya terbuat
dari genting.
Gedung walet perlu dilengkapi dengan roving room
sebagai tempat berputarputar dan resting room sebagai
tempat untuk beristirahat dan bersarang. Lubang
tempat keluar masuk burung berukuran 20x20 atau
20x35 cm2 dibuat di bagian atas. Jumlah lubang tergantung
pada kebutuhan dan kondisi gedung. Letaknya lubang
jangan menghadap ke timur dan dinding lubang dicat
hitam.
|
|
6.2. |
Peyiapan Bibit
Umumnya para peternak burung walet melakukan dengan tidak
sengaja. Banyaknya burung walet yang mengitari bangunan rumah
dimanfaatkan oleh para peternak tersebut. Untuk memancing
burung agar lebih banyak lagi, pemilik rumah menyiapkan tape
recorder yang berisi rekaman suara burung Walet. Ada juga
yang melakukan penumpukan jerami yang menghasilkan serangga-serangga
kecil sebagai bahan makanan burung walet.
1) |
Pemilihan Bibit Calon Induk |
|
Sebagai induk walet dipilih burung
sriti yang diusahakan agar mau bersarang di dalam
gedung baru. Cara untuk memancing burung sriti agar
masuk dalam gedung baru tersebut dengan menggunakan
kaset rekaman dari wuara walet atau sriti. Pemutaran
ini dilakukan pada jam 16.00–18.00, yaitu waktu
burung kembali mencari makan.
|
2) |
Perawatan Bibit dan Calon Induk |
|
Di dalam usaha budidaya walet,
perlu disiapkan telur walet untuk ditetaskan pada
sarang burung sriti. Telur dapat diperoleh dari pemilik
gedung walet yang sedang melakukan “panen cara
buang telur”. Panen ini dilaksanakan setelah
burung walet membuat sarang dan bertelur dua butir.
Telur walet diambil dan dibuang kemudian sarangnya
diambil. Telur yang dibuang dalam panen ini dapat
dimanfaatkan untuk memperbanyak populasi burung walet
dengan menetaskannya di dalam sarang sriti.
a. |
Memilih Telur Walet |
|
Telur yang dipanen terdiri
dari 3 macam warna, yaitu :
- Merah muda, telur yang baru keluar dari
kloaka induk berumur 0–5 hari.
- Putih kemerahan, berumur 6–10 hari.
- Putih pekat kehitaman, mendekati waktu menetas
berumur 10–15 hari.
Telur walet berbentuk bulat panjang, ukuran
2,014x1,353 cm dengan berat 1,97 gram. Ciri
telur yang baik harus kelihatan segar dan
tidak boleh menginap kecuali dalam mesin tetas.
Telur tetas yang baik mempunyai kantung udara
yang relatif kecil. Stabil dan tidak bergeser
dari tempatnya. Letak kuning telur harus ada
ditengah dan tidak bergerak-gerak, tidak ditemukan
bintik darah. Penentuan kualitas telur di
atas dilakukan dengan peneropongan.
|
b. |
Membawa Telur Walet |
|
Telur yang didapat dari
tempat yang jaraknya dekat dapat berupa telur
yang masih muda atau setengah tua. Sedangkan
telur dari jarak jauh, sebaiknya berupa telur
yang sudah mendekati menetas. Telur disusun
dalam spon yang berlubang dengan diameter
1 cm. Spon dimasukkan ke dalam keranjang plastik
berlubang kemudian ditutup. Guncangan kendaraan
dan AC yang terlalu dingin dapat mengakibatkan
telur mati. Telur muda memiliki angka kematian
hampir 80% sedangkan telur tua lebih rendah.
|
|
3) |
Penetasan Telur Walet |
|
a. |
Cara menetaskan telur walet pada
sarang sriti. |
|
Pada saat
musim bertelur burung sriti tiba, telur sriti
diganti dengan telur walet. Pengambilan telur
harus dengan sendok plastik atau kertas tisue
untuk menghindari kerusakan dan pencemaran
telur yang dapat menyebabkan burung sriti
tidak mau mengeraminya. Penggantian telur
dilakukan pada siang hari saat burung sriti
keluar gedung mencari makan.
Selanjutnya telur-telur walet tersebut akan
dierami oleh burung sriti dan setelah menetas
akan diasuh sampai burung walet dapat terbang
serta mencari makan.
|
b. |
Menetaskan telur walet pada mesin penetas |
|
Suhu mesin penetas sekitar
400 C dengan kelembaban 70%. Untuk memperoleh
kelembaban tersebut dilakukan dengan menempatkan
piring atau cawan berisi air di bagian bawah
rak telur. Diusahakan agar air didalam cawan
tersebut tidak habis.
Telur-telur dimasukan ke dalam rak telur secara
merata atau mendata dan jangan tumpang tindih.
Dua kali sehari posisi telur-telur dibalik
dengan hati-hati untuk menghindari kerusakan
embrio. Di hari ketiga dilakukan peneropongan
telur. Telur-telur yang kosong dan yang embrionya
mati dibuang. Embrio mati tandanya dapat terlihat
pada bagian tengah telur terdapat lingkaran
darah yang gelap. Sedangkan telur yang embrionya
hidup akan terlihat seperti sarang laba-laba.
Pembalikan telur dilakukan sampai hari ke-12.
Selama penetasan mesin tidak boleh dibuka
kecuali untuk keperluan pembalikan atau mengisi
cawan pengatur kelembaban. Setelah 13–15
hari telur akan menetas.
|
|
|
6.3. |
Pemeliharaan
1) |
Perawatan Ternak |
|
Anak burung walet yang baru menetas
tidak berbulu dan sangat lemah. Anak walet yang belum
mampu makan sendir perlu disuapi dengan telur semut
(kroto segar) tiga kali sehari. Selama 2–3 hari
anak walet ini masih memerlukan pemanasan yang stabil
dan intensif sehingga tidak perlu dikeluarkan dari mesin
tetas. Setelah itu, temperatur boleh diturunkan 1–2
derajat/hari dengan cara membuka lubang udara mesin.
Setelah berumur ± 10 hari saat bulu-bulu sudah
tumbuh anak walet dipindahkan ke dalam kotak khusus.
Kotak ini dilengkapi dengan alat pemanas yang diletakan
ditengah atau pojok kotak.
Setelah berumur 43 hari, anak-anak walet yang sudah
siap terbang dibawa ke gedung pada malam hari, kemudian
dletakan dalam rak untuk pelepasan. Tinggi rak minimal
2 m dari lantai. Dengan ketinggian ini, anak waket akan
dapat terbang pada keesokan harinya dan mengikuti cara
terbang walet dewasa.
|
2) |
Sumber Pakan |
|
Burung walet merupakan burung liar
yang mencari makan sendiri. Makanannya adalah serangga-serangga
kecil yang ada di daerah pesawahan, tanah terbuka, hutan
dan pantai/perairan. Untuk mendapatkan sarang walet
yang memuaskan, pengelola rumah walet harus menyediakan
makanan tambahan terutama untuk musim kemarau. Beberapa
cara untuk mengasilkan serangga adalah:
a. menanam tanaman dengan tumpang sari.
b. budidaya serangga yaitu kutu gaplek dan nyamuk.
c. membuat kolam dipekarangan rumah walet.
d. menumpuk buah-buah busuk di pekarangan rumah.
|
3) |
Pemberian pakan yang bermutu secara teratur |
|
Agar hasil budidaya berhasil dengan
baik diperlukan pemberian pakan yang bermutu dan teratur.
Pemberian pakan berpedoman pada mutu pakan dan kebiasaan
waktu makan. Mutu makan yang baik akan menentukan kualitas
daging bekicot. Mutu pakan yang baik dapat dipenuhi
dengan memberi pakan berupa daun-daunan yang disukai
dan buah-buahan. Misalnya; daun dan buah pepaya, daun
bayam, buah terung mentimun, swai dan lain sebagainya.
|
|
|
7. |
HAMA DAN PENYAKIT |
|
1) |
Tikus |
|
Hama ini memakan telur, anak burung walet
bahkan sarangnya. Tikus mendatangkan suara gaduh dan kotoran
serta air kencingnya dapat menyebabkan suhu yang tidak nyaman.
Cara pencegahan tikus dengan menutup semua lubang, tidak menimbun
barang bekas dan kayu-kayu yang akan digunakan untuk sarang
tikus.
|
2) |
Semut |
|
Semut api dan semut gatal memakan anak
walet dan mengganggu burung walet yang sedang bertelur. Cara
pemberantasan dengan memberi umpan agar semut-semut yang ada
di luar sarang mengerumuninya. Setelah itu semut disiram dengan
air panas.
|
3) |
Kecoa |
|
Binatang ini memakan sarang burung sehingga
tubuhnya cacat, kecil dan tidak sempurna. Cara pemberantasan
dengan menyemprot insektisida, menjaga kebersihan dan membuang
barang yang tidak diperlukan dibuang agar tidak menjadi tempat
persembunyian.
|
4) |
Cicak dan Tokek |
|
Binatang ini memakan telur dan sarang
walet. Tokek dapat memakan anak burung walet. Kotorannya dapat
mencemari raungan dan suhu yang ditimbulkan mengganggu ketenangan
burung walet. Cara pemberantasan dengan diusir, ditangkap
sedangkan penanggulangan dengan membuat saluran air di sekitar
pagar untuk penghalang, tembok bagian luar dibuat licin dan
dicat dan lubang-lubang yang tidak digunakan ditutup.
|
|
8. |
P A N E N |
|
Sarang burung walet dapat diambil
atau dipanen apabila keadaannya sudah memungkinkan untuk dipetik.
Untuk melakukan pemetikan perlu cara dan ketentuan tertentu agar
hasil yang diperoleh bisa memenuhi mutu sarang walet yang baik.
Jika terjadi kesalahan dalam menanen akan berakibat fatal bagi gedung
dan burung walet itu sendiri. Ada kemungkinan burung walet merasa
tergangggu dan pindah tempat. Untuk mencegah kemungkinan tersebut,
para pemilik gedung perlu mengetahui teknik atau pola dan waktu
pemanenan.
Pola panen sarang burung dapat dilakukan oleh pengelola gedung walet
dengan beberapa cara, yaitu:
1) |
Panen Rampasan
|
|
Cara ini dilaksanakan setelah sarang
siap dipakai untuk bertelur, tetapi pasangan walet itu belum
sempat bertelur. Cara ini mempunyai keuntungan yaitu jarak
waktu panen cepat, kualitas sarang burung bagus dan total
produksi sarang burung pertahun lebih banyak. Kelemahan cara
ini tidak baik dalam pelestaraian burung walrt karena tidak
ada peremajaan. Kondisinya lemah karena dipicu untuk terus
menerus membuat sarang sehingga tidak ada waktu istirahat.
Kualitas sarangnya pun merosot menjadi kecil dan tipis karena
produksi air liur tidak mampu mengimbangi pemacuan waktu untuk
membuat sarang dan bertelur.
|
2) |
Panen Buang Telur |
|
Cara ini dilaksanankan setelah burung
membuat sarang dan bertelur dua butir. Telur diambil dan dibuang
kemudian sarangnya diambil. Pola ini mempunyai keuntungan
yaitu dalam setahun dapat dilakukan panen hingga 4 kali dan
mutu sarang yang dihasilkan pun baik karena sempurna dan tebal.
Adapun kelemahannya yakni, tidak ada kesempatan bagi walet
untuk menetaskan telurnya.
|
3) |
Panen Penetasan |
|
Pada pola ini sarang dapat dipanen ketika anak-anak walet
menetas dan sudah bisa terbang. Kelemahan pola ini, mutu sarang
rendah karena sudah mulai rusak dan dicemari oleh kotorannya.
Sedangkan keuntungannya adalah burung walet dapat berkembang
biak dengan tenang dan aman sehingga polulasi burung dapat meningkat. |
Adapun waktu panen adalah :
1) |
Panen 4 kali setahun |
|
Panen ini dilakukan apabila walet sudah
kerasan dengan rumah yang dihuni dan telah padat populasinya.
Cara yang dipakai yaitu panen pertama dilakukan dengan pola
panen rampasan. Sedangkan untuk panen selanjutnya dengan pola
buang telur.
|
2) |
Panen 3 kali setahun |
|
Frekuensi panen ini sangat baik untuk
gedung walet yang sudah berjalan dan masih memerlukan penambahan
populasi. Cara yang dipakai yaitu, panen tetasan untuk panen
pertama dan selanjutnya dengan pola rampasan dan buang telur.
|
3) |
Panen 2 kali setahun |
|
Cara panen ini dilakukan pada awal pengelolaan,
karena tujuannya untuk memperbanyak populasi burung walet.
|
|
9. |
PASCA PANEN |
|
Setelah hasil panen walet dikumpulkan
dalu dilakukan pembersihan dan penyortiran dari hasil yang didapat.
Hasil panen dibersihkan dari kotorankotoran yang menempel yang kemudian
dilakukan pemisahan antara sarang walet yang bersih dengan yang
kotor.
|
10. |
ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA |
|
10.1. |
Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya burung walet di daerah Jawa Barat
tahun 1999:
1) Modal tetap
a. |
Gedung |
Rp. 13.000.000,- |
b. |
Renovasi gedung |
Rp. 10.000.000,- |
c. |
Perlengkapan |
Rp. 500.000,- |
|
Jumlah modal tetap |
Rp. 23.500.000,- |
|
Biaya penyusutan/bulan : Rp. 23.500.000,-:60 bln ( 5
th) |
Rp. 391.667,- |
2) Modal kerja
a. |
Biaya Pengadaan |
|
|
- Telur Walet 500 butir @ Rp. 5.000,- |
Rp. 500.000,- |
|
- Transportasi |
Rp. 100.000,- |
|
- Makan |
Rp. 50.000,- |
b. |
Biaya Kerja |
|
|
- Pelihara kandang/bln@ Rp. 5000,- x 3 bln |
Rp. 15.000,- |
|
- Panen |
Rp. 20.000,- |
|
Jumlah biaya 1x produksi:Rp. 650.000,-+Rp. 35.000,- |
Rp. 685.000,- |
3) Jumlah modal yang dibutuhkan pada awal Produksi
a. |
Modal tetap |
Rp. 13.500.000,- |
b. |
Modal kerja 1x Produksi |
Rp. 685.000,- |
|
Jumlah modal |
Rp. 14.185.000,- |
4) Kapasitas produksi untuk 5 tahun 1 kali produksi
:
a. |
sarang burung walet menghasilkan 1 kg |
b. |
sarang burung sriti menghasilkan 15 kg |
c. |
untuk 1 tahun, 4 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 4 kg
- sarang burung sriti 60 kg |
d. |
untuk 5 tahun, 20 kali produksi, menghasilkan :
- sarang burung walet 20 kg
- sarang burung sriti 300 kg |
5) Biaya produksi
a. |
Biaya tetap per bulan : Rp. 23.500.000,-:60
bulan - |
Rp. 391.667, |
b. |
Biaya tidak tetap |
Rp. 685.000,- |
|
Total Biaya Produksi per bulan |
Rp. 1.076.667,- |
|
Jumlah produksiRp.1.076.667:16 kg (walet dan sriti)
|
Rp. 67.292,- |
6) Penjualan
a. |
sarang burung walet 1 kg |
Rp. 17.000.000,- |
b. |
sarang burung sriti 15 kg |
Rp. 3.000.000,- |
Untuk 1 kali produksi |
Rp. 20.000.000,- |
Untuk 5 tahun |
|
a. |
sarang burung walet 20 kg |
Rp. 340.000.000,- |
b. |
sarang burung sriti 300 kg |
Rp. 60.000.000,- |
|
Jumlah penjualan |
Rp. 400.000.000,- |
7) Break Even Point
a. |
Pendapatan selama 5 Tahun Rp. 400.000.000,- |
|
b. |
Biaya produksi selama 5 th Rp. 1.076.667 x 60 bln |
Rp. 64.600.000,- |
c. |
Keuntungan selama 5 tahun |
Rp. 335.400.000,- |
d. |
Keuntungan bersih per produksi 335.400.000 : 60 bln |
Rp. 5.590.000,- |
e. |
BEP |
232.919 |
8) Tingkat Pengembalian Modal 3 bulan (1 x produksi)
|
10.2. |
Gambaran Peluang Agribisnis
Sarang burung walet merupakan komoditi ekspor yang bernilai
tinggi. Kebutuhan akan sarang burung walet di pasar internasional
sangat besar dan masih kekurangan persediaan. Hal ini disebabkan
oleh masih kurang banyaknya budidaya burung walet. Selain
itu juga produksi sarang walet yang telah ada merupakan produksi
dari sarang-sarang alami. Budidaya sarang burung walet sangat
menjanjikan bila dikelola dengan baik dan intensif.
|
|
11. |
DAFTAR PUSTAKA |
|
1) |
Chantler, P. & G. Driessens.
Swift : A guide to the Swift an Treeswift of the World. Pica
Press, the Banks. East Sussex, 1995.
|
2) |
Mackinnon, John. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung
di Jawa dan Bali. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
1994. |
3) |
Nazaruddin & A. Widodo. Sukses Merumahkan Walet. Cet.
2. Jakarta: Penebar Swadaya, 1998. |
4) |
Tim Penulis PS. Budidaya dan Bisnis Sarang Walet. Cet. 4.
Jakarta: Penebar Swadaya, 1994.http://warintek.bantulkab.go.id |
|
12. |
KONTAK HUBUNGAN
1) |
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan
– BAPPENAS
Jl. Sunda Kelapa No. 7 Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021
390 9829 |
2) |
Kantor Menteri Negara Riset dan Teknologi, Deputi Bidang Pendayagunaan
dan Pemasyarakatan Iptek,
Gedung II BPPT Lantai 6, Jl. M.H.Thamrin No. 8, Jakarta 10340,
Indonesia,
Tel. +62 21 316 9166~69, Fax. +62 21 310 1952,
Situs Web: http://www.ristek.go.id |
|
|
|
|
Sumber :
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas |
0 komentar:
Posting Komentar